Senin, 14 November 2011

Izin Hutan Tanaman Rakyat Jangan Salah Sasaran

PENCADANGAN hutan di daerah untuk menjadi hutan tanaman rakyat (HTR) dinilai masih terlalu kecil. Untuk itu, pemerintah daerah diimbau untuk menerbitkan i/in usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) kepada masyarakat setempat, bukan kepada orang lain yang tidak berhak menentu j nkian ditegaskan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Lampung, akhir pekan lalu
Menurut Menhut, saal ini pe-manfaatan kawasan hutan untuk masyarakat setempat terlalu kecil. Ia memaparkan, secara nasional sebanyak 657.117,73 hektare hutan sudah dicadangkan untuk pembangunan HTR.
Namun, dari luasan tersebut, baru 157.254,91 ha yang sudah mendapatkan izin HTR, yakni di 37 kabupaten. Sebanv.ik f7 kabupaten telah mendapat pencadangan hutan, tetapi pemdanya belum menerbitkan izin HIR.
Dalam program HTR, bupati memang didelegasikan kewenangan untuk memberikan izin pada kawasan hutan yang sebelumnya sudah dicadangkan. "Pencadangan areal HTR ini diperuntukkan masyarakat setempat. Maka, saya mintapara bupati untuk benar-benar menerbitkan izin kepada mas) a-rakat setempat dan bukan kepada orang lain yang tidak berhak menerimanya," kata Zulkifli.
 Dia menambahkan, agar izin tersebut bdak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak, Kemenhut menerbitkan Per menhut No 55/2011. Permenhut tersebut berisi bahwa izin HTR untuk koperasi dibatasi maksimal 700 ha. Aturan tersebut sesuai dengan kebijakan HTR yang ada dalam PP No 6/2007 jo PP No 3/2008.
"Kebijakan prorakyat tersebut dapat dimanfaatkan oleh masya- j rakat setempat yang selama ini terpinggirkan Oleh karena itu, perlu keberpihakan pemerintah daerah dalam merealisasikan j izin pemanfaatan HTR yang telah dicadangkan pemerintah pusat," tandasnya.
Sementara itu, Kementerian Kehutanan mendorong masyarakat untuk memanfaatkan dana bergulir untuk HTR yang belum terserap maksimal. Saat ini dana pemerintah di Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan yang tersedia, j .ikm sebesar Rp2,6 triliun, baru terserap kredit sekitar Rp40 miliar untuk HTR seluas 4.582,1 ha. (WR/E-4)

Kayu Inferior Dominasi Hasil Hutan Tanaman

Sebanyak 229 peneliti kehutanan yang tergabung dalam Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) mambahas hasil penelitian tentang pengolahan secara tepat pada kayu inferior di gedung university club (UC) UGM, Rabu (2/11). Peneliti kayu dari Fakultas Kehutanan UGM Dr. Joko Sulistyo menuturkan para rimbawan saat ini menghadapi perubahan kualitas tegakan hutan yang semula didominasi oleh kayu-kayu berkualitas tinggi menjadi kayu-kayu berkualitas inferior yang hampir 60 persen mendominasi hutan tanaman Indonesia. “Konsekuensi yang tidak diharapkan namun diterima dan dihadapi. Masyarakat harus mengandalkan kayu inferior itu di masa mendatang,” kata Joko kepada wartawan.
Menurutnya, pemanfaatan kayu inferior tentunya mengubah pola dan memunculkan perspektif baru dalam pembaruan teknologi dan industri khususnya industri kecil dan menengah. Oleh karena itu, diseminasi hasil hasil penelitian dan memberikn kesempatan bagi peneliti untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan terkait dengan pemanfaatan kayu inferior. “Pasar telah berkembang dan menghendaki produk-produk kayu yang memenuhi kriteria berkualitas dan memenuhi standar, kompetitif dalam harga dan ramah lingkungan. Tentunya pemanfaatan kayu inferior ini akan merubah pola dan perspektif dalam teknologi dan industrinya,” tuturnya.
Sri Rulliaty dari peneliti puslitbang keteknikan kehutanan dan pengolahan hasil hutan Bogor mengatakan Indonesia memiliki keragaman hayati yang cukup kaya, ada kurang lebih 4000 jenis kayu yang tersebar di seluruh hutan Indonesia. Beberpa diantaranya termasuk jenis-jenis komersial, kurang dikenal maupun jenis kayu yang sangat kurang dikenal. Dia menambahkan, dalam pemanfaatannya, jenis-jenis kayu tersebut seringkali berbeda mengingat adanya perbedaan dalam sifat kayunya. Seringkali jenis kayu yang memiliki fisik atau karakteristik luar yang sama dicampurkan dnegan tujuan untuk mengambil keuntungan yang lebih besar ataupun ketidak tahuan mengenai jenis kayu tersebut. “Hal ini tentu awalnya tidk diketahui, tapi ketika dalam pemakaiannya ternya ada perbedaaa dalam kelas awet da kelas kuatnya,” katanya.
Menurutnya masyrakat bisa mebdekan jenis-jenis kayi yang memiliki fisik yang kuat dan awet yang ditandai dengan warna kayu yang tidak berwarna pucat namun berwarna coklat kehitaman. “Umumnya kayu yang berwarna pucat menandakan berumur muda saat ditebang,” katanya.
Beberapa hasil penelitian yang diseminasikan diantranya pemanfaatan asap cair dari tempurung kelapa sebagai bahan pengawet kayu karet, penanggulangan serangan rayap tanah terhadap kayu rakyat denganfumigasi ammonia, dan pemanfaatan lindi hitam sebagai bahan pengawet kayu dari hutan rakyat. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Kamis, 20 Oktober 2011

Kemenhut Kebut Penyerapan Anggaran

Menteri Kehutanan
Kementerian Kehutanan mempercepat penyerapan sisa 54,25 persen atau Rp3,26 triliun dari total anggaran 2011 senilai Rp6 triliun. Kurun 2005-2010, serapan anggaran Kemenhut rata-rata hanya mencapai 73,94 persen.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menginstruksikan agar seluruh satuan kerja di Kementerian Kehutanan memacu penyerapan anggaran yang tersisa sebesar 54,25 persen atau setara Rp3,26 triliun dari pagu anggaran pendapatan belanja negara (APBN) 2011.
"Segera percepat pelaksanaan pekerjaan swakelola dan kontrak. Khusus untuk pekerjaan yang dilakukan melalui kontrak, segera lakukan penandatanganan kontrak," katanya saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Kehutanan di Jakarta, Rabu (5/10).
Di hadapan para pejabat eselon I dan II Kemenhut, Zulkifli menegaskan seluruh kepala satuan kerja harus melaksanakan hal-hal yang telah menjadi komitmen dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA K/L). Kepala satuan kerja juga harus merevisi alokasi anggaran yang dikira tidak dapat terealisasi.
Dia minta dibentuk unit kerja pelayanan pelelangan agar proses lelang untuk tahun berikut lebih cepat. Selain itu, kepala satuan kerja harus mengaktifkan satuan pengawas internal (SPI) untuk mencapai laporan keuangan 2011 dengan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
"Maka cegah sedini mungkin kesalahan administrasi dan keuangan di tingkat satuan kerja," katanya.

Menurut dia, rendahnya serapan anggaran terutama pada program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dan pembangunan kebun bibit rakyat (KBR) karena baru dimulai saat musim hujan tiba. Nilai kedua bidang program itu sejumlah Rp1,22 triliun.
Hingga Agustus 2011, serapan anggaran program Kemenhut sekira 42,28 persen atau Rp2,54 triliun dari total pagu anggaran dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2011 sejumlah Rp6 triliun.

Kepala Biro Perencanaan Kementerian Kehutanan Hilman Nugroho mengatakan rata-rata serapan anggaran Kementerian Kehutanan kurun 2005-2010 hanya 73,94 persen. "Padahal anggaran menentukan keberhasilan pembangunan kehutanan," katanya.
Dari pagu anggaran 2011 senilai Rp6 triliun, serapan anggaran terendah terjadi pada penyuluhan dan pengembangan sumber daya manusia kehutanan yaitu 40,74 persen dari total anggaran Rp236 miliar, bidang peningkatan fungsi dan daya dukung daerah aliran sungai berbasis pemberdayaan masyarakat yang baru menyerap 40,75 persen dari total Rp3 triliun.( Tria Dianti )

Kamis, 13 Oktober 2011

Hutan Sumbang 9,4 Juta Ton Pangan

Sektor kehutanan mampu menyumbang produksi pangan 9,4 juta ton per tahun dari kegiatan turnpang sari. Kontribusi itu belum pemah tercatat dalam statistik nasional.  Produksi tersebut diperoleh dari Perhutani sebanyak 5,3 juta ton, hutan rakyat 1 juta ton, hutan kemasyarakatan 13.500 ton, hutan desa 3.300 ton, hutan tanaman rakyat (HTR) 52.500 ha, dan hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPH-TI)  hutan tanaman 3 juta ton. 
“Selama ini ada pertanyaan di publik bahwa Indonesia tidak bisa mencapai swasembada karena lahan. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mendukung karena kami menyediakan kawasan hutan tanaman untuk tanaman kehidupan, 10-15% diperbolehkan,” kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di sela seminar nasional hari pangan sedunia di Jakarta, Kamis (29/9).
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) telah mencadangkan 300 ribu hektare kawasan hutan untuk tanaman pangan dan sebagian sudah ada yang diproses.
Namun, pelepasan kawasan hutan untuk kegiatan produksi pangan tidak mudah karena harus ada pihak yang mengelola agar jangan sampai lahan dilepas tetapi tidak ada yang mengerjakan.
“Itu agar kejadian di masa lalu tidak terulang. Kalau ada yang cocok untuk sawah, silakan. Kami mendorong BUMN untuk mengelola. Sudah ada 200.000 hektare di Kalimantan,” katanya.
Tanaman pangan yang berpotensi dikembangkan di kawasan hutan, di antaranya padi, jagung, kedelai, umbi-umbian kacang tanah, tanaman obat, dan buah-buahan. Kawasan hutan juga memiliki potensi untuk pengembangan ikan dan temak. .
Di forum yang sama, Dirjen Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Perhutanan Sosial Kemenhut Harry Santoso menjelaskan, kontribusi pangan dari sektor kehutanan selama 1998-2010 berasal dari areal seluas 16 juta hektare dengan luas rata-rata 6,3 juta hektare per tahun.
“Produksi pangan di kawasan hutan dilakukan dalam bentuk tumpangsari pada rehabilitasi hutan, pembuatan hutan tanaman, hutan rakyat, dan sebagainya,” katanya.
Menurut Harry, produk pangan dari hutan umumnya nonberas, sehingga bisa mendorong program diversifikasi pangan. Masalahnya, kata dia, produksi pangan dari hutan belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena pola konsumsi yang mengandalkan beras.
“Padahal dengan jumlah penduduk yang kian bertambah dan tingginya konversi lahan pertanian, dominasi beras dalam peta konsumsi semakin memberatkan beban pemerintah dalam mencukupi pangan masyarakat,” tutur dia.
Petani Hutan
Menurut Harry, pola konsumsi yang buruk, terkait erat dengan akses masyarakat dalam memperoleh sumber pangan akibat kemiskinan. Sebab, kenyataannya banyak penduduk miskin yang mengalami rawan pangan justru berada di sekitar hutan.
Data statistik kehutanan tahun 2006 menunjukkan, sekitar 48,8 juta jiwa atau 12% penduduk tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan dan 25% di antaranya tergolong miskin. Sedangkan berdasarkan data Perum Perhutani 2009, di kawasan hutan yang mereka kelola seluas 2,4 juta hektare ada 5.600 desa hutan dan umunya berkategori desa tertinggal.
Dia menambahkan, permukiman desa terutama di sekitar hutan pada umumnya jauh dari sentra produksi pagan, khususnya beras, dan mempunyai keterbatasan transportasi. Hal itu mengakibatkan biaya distribusi pangan sangat tinggi dan menciptakan paradoks, yaitu harga beras relatif tinggi sedangkan harga komoditas lokal rendah.
Harry berharap, petani hutan bisa masuk kelompok petani, sehingga bisa memperoleh bantuan saprodi dari Kementerian Pertanian. Selama ini, kata dia, petani hutan tidak memperoleh subsidi pupuk, benih, dan obat, meskipun sebenamya mereka mempunyai kontribusi besar.(Ina)

Selasa, 04 Oktober 2011

AHTRMI Kembangkan Platform Corporate Agro-Forestry Estate


Elan Masbulan Ketua Umum AHTRMI
Selama sepuluh tahun terakhir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai dua juta hektar per tahun. Selain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan itu. Demikian dikatakan Ketua Umum Asosiasi Hutan Tanaman Rakyat Mandiri Indonesia (AHTRMI) Elan Masbulan dalam sambutannya di depan 1.750 Kepala Keluarga yang juga anggota kelompok tani Jabon se-Kabupaten Cilacap beberapa waktu lalu.
Hutan berperan sebagai penyimpan air langit dan pengendali temperatur utama di bumi, bencana tanah longsor, banjir dan kekeringan adalah akibat nyata yang harus dibayar tunai dan mahal oleh manusia. Tingginya kerusakan hutan karena para elit penentu kebijakan dan masyarakat belum atau tidak mau memahami peran ekosistem dalam keberlangsungan hidup manusia di masa mendatang. 
Aspek lingkungan terkesan sebagai bagian yang terpisahkan dalam pembangunan nasional. Sehingga, kebijakan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam pun cenderung pro-eksploitasi yang berorientasi jangka pendek dan tidak memperhatikan aspek lingkungan serta konservasi alam.
Sementara luasan lahan yang tidak termanfaatkan di negeri ini mencapai kurang lebih 15 juta hektar (peluang yang masih terbengkalai) Itulah tantangan dan peluang untuk berpartisipasi,  secara kreatifitas, idealisme, sikap mental, daya dukung pihak terkait serta masyarakat sangat dibutuhkan.
Dengan kita menanam pohon berarti kita telah menghasilkan oksigen setiap harinya 1,2 kg perpohon,  belum lagi pohon yang kita tanam dapat menyerap panas 8X lebih banyak. Sebab hutan mendaur ulang air sebagai pengendali kelembaban, menjaga iklim mikro serta pembakit hujan. “Oleh karena itu dengan kita menanam dan menghijaukan hutan serta memanfaatkan lahan kosong untuk ditanami pohon berapa juta kilogram oksigen yang kita hasilkan dalam sehari, serta berapa sumber air yang dihasilkan,”ujar Elan.
Untuk itu sebagai salah satu solusinya AHTRMI membangun Platform Corporate Agro-Forestry Estate, membangun  terwujudnya  kawasan  industri  hutan  pertanian  terpadu dan  peningkatan  potensi  lahan  hutan  untuk  kesejahteraan  masyarakat. Dimana Program usaha dirancang dalam kerangka bisnis mulai  pra operasional hingga pemasaran yang melibatkan masyarakat baik secara perorangan atau organisasi (kelompok tani atau koperasi), private sector, pemerintah dan investor. Mengingat tujuannya adalah perbaikan lingkungan dan  ekosistem hutan maka program tersebut dikemas dalam bentuk Corporate Agroforestry.
Dengan adanya program yang dikemas dalam bentuk Corporate Agroforestry diharapakan pemanfaatan lahan diantara tanaman pokok kehutanan untuk penanaman tanaman semusim, menjadikan hutan sebagai kawasan cadangan pangan (ekonomis), Percepatan penutupan area dengan vegetasi produktif dan bernilai (ekologis), Sinergi berbagai pihak untuk pengembangan usaha berbasis pertanian kehutanan, serta diharapkan program tersebut dapat mendukung    program pemerintah dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan serta sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi PEMDA.
Secara korporasi, peran AHTRMI sebagai LEMBAGA PROFESIONAL adalah menjadi AGENT DEVELOPMENT untuk dunia usaha, petani/kelompok tani, koperasi, pemerintah (pusat dan daerah), dan lembaga masyarakat madani.  Kami berpendapat bahwa peran diatas didasari oleh beberapa issue utama kondisi pertanian, kehutanan, dan kelautan nasional sekarang ini.
Elan juga menambahkan dengan terbentuknya Koperasi Primer Nasional BUMINDO sebagai pelaksana Corporate Agro-Forestry Estate Governance di setiap Kawasan pengembangan HTR, menjadi pengungkit dan penghela pengembangan ekonomi lokal melalui keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetetif sebagai daya saing wilayah. Membangun Usaha Kooperatif dan Produktif. “ Karena peran koperasi menggerakan sistem bisnis dan ekonomi koperasi. Ini sebagai lembaga yang menggerakan ekonomi mulai dari hulu hingga hilir, mulai dari permodalan hingga trading. Jadi kemitraan Koperasi BUMINDO dengan AHTRMI sangatlah tepat membantu,”ungkapnya. (Infokom).

Hutan Tanaman Alternatif Penuhi Pangan Dan Energi


Hutan tanaman diyakini menjadi alternatif paling ideal untuk memenuhi kebutuhan pangan, serat, dan energi di masa depan.

Hutan tanaman juga bisa mendukung upaya penyerapan dan penyimpanan karbon guna menjawab persoalan perubahan iklim, kata Sekjen Kementerian Kehutanan, Hadi Daryanto, dalam sidang Sub Pleno Konferensi Hutan Indonesia bertema "Perdagangan dan Investasi: Dampak Terhadap Hutan" di Jakarta, Selasa.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang kini dilakukan secara global, katanya, maka kebutuhan akan pangan, serat dan energi akan meningkat.

"Untuk menjawab kebutuhan tersebut, hutan tanaman adalah alternatif yang paling ideal yang juga bisa menjawab persoalan perubahan iklim," paparnya.

Hadi menuturkan dalam pembangunan hutan tanaman, masyarakat bisa memanfaatkan lahan di sela tegakan pohon untuk ditanam berbagai tanaman pangan.

Jenis tanaman hutan tanaman juga bisa dipilih yang merupakan jenis tanaman pangan seperti sukun atau sagu.

Sementara untuk menjawab kebutuhan energi bisa dipilih jenis tanaman penghasil bahan bakar nabati, misalnya, Nyamplung.

"Kayu yang dihasilkan dari hutan tanaman juga bisa diolah menjadi `wood pellet` yang merupakan bahan bakar ramah lingkungan," ucapnya, menambahkan.

Dia juga menegaskan pembangunan hutan tanaman mampu menyerap karbon dari setiap pohon yang ditanam. Pembangunan hutan tanaman juga mendukung konservasi karbon karena dibangun dengan menerapkan pola mosaik yang melindungi kawasan hutan bernilai konservasi tinggi.

Pemerintah Indonesia sudah mengalokasi 9,1 juta hektare hutan terdegradasi yang masih terbuka untuk investasi baru hutan tanaman yang dikelola oleh perusahaan dalam skema hutan tanaman industri (HTI).

Selain itu, 5,5 juta hektare lainnya dialokasikan untuk pembangunan hutan tanaman skala kecil yang dikelola masyarakat dalam skema hutan tanaman rakyat (HTR).

Terpisah, Direktur Utama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Kusnan Rahmin, mengatakan pembangunan hutan tanaman bersama dengan industri pulp dan kertas mendukung pembangunan dan bisa menjadi menjadi andalan bagi Indonesia untuk menjadi pemain global.

"Saya yakin hutan tanaman industri bisa menjadi mesin penggerak ekonomi yang mampu membuka lapangan kerja dan mendorong tumbuhnya industri pengolahan kayu dan pulp di Indonesia," ujarnya.

Dia menyatakan pihaknya menerapkan praktik terbaik dalam pengelolaan hutan tanaman yang lestari dan berkelanjutan, termasuk melindungi hutan yang bernilai konservasi tinggi ("High Conservation Values/HCV").

Kusnan juga menambahkan untuk mampu menjadi industri andalan di Indonesia, tentunya dukungan dari pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan.

Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim, Sinta Widjaya Kamdani, menyatakan perusahaan yang bergerak di industri minyak sawit dan pulp dan kertas umumnya adalah perusahaan yang menjadi juara untuk komitmen dalam bidang lingkungan.

Sayangnya, menurut Sinta, mereka masih menghadapi beberapa persoalan, di antaranya soal citra buruk yang dilekatkan oleh sejumlah LSM. "Akibatnya apapun yang mereka lakukan, selalu dianggap negatif," keluhnya.

Oleh sebab itu, tegas dia, dibutuhkan dukungan penuh dari semua pihak termasuk dari pemerintah untuk menghapus citra buruk yang ada.(Ant)

Jumat, 30 September 2011

SURAT KETERANGAN DIRJEN KESBANGPOL, KEMENDAGRI


Beberapa pekan silam, DPP AHTRMI yang dipimpin langsung oleh Ketua Dewan Penasehat Bpk. Letjen TNI (Purn) Yunus Yosfiah beraudiensi dengan Dirjen Kesbangpol, Kementerian Dalam Negeri Bpk. Ahmad Tantribali Lamo untuk menjelaskan dan Klarifikasi, sehubungan adanya pihak yang keberatan  terhadap SKT Nomor.151/D.III.3/II/2011, tanggal, 2 Februari 2011.

Dari hasil pertemuan itu, akhirnya dari Dirjen Kesbangpol, Kementerian Dalam Negeri pada tanggal, 23 Agustus 2011 dikeluarkannya Surat Keterangan bahwa  Asosiasi Hutan Tanaman Rakyat Mandiri Indonesia telah terdaftar di Kementerian Dalam Negeri dengan Nomor 151/D.III.3/II/2011 tanggal, 2 Februari 2011. dengan Susunan Pengurus  :


Ketua Umum              : DR. ELAN MASBULAN, MS
Sekretaris Jenderal   : IDA AYU MUSTIKAWATI, SH
Bendahara Umum      : RUDDY SOESILO


Surat Ketarangan Terdafat (SKT) Nomor 151/D.III.3/II/2011 ini berlaku hingga tahun 2015.