Rabu, 08 Juni 2011

Penyaluran Dana BLU Kehutanan Terkendala Sk Bupati

Penyaluran dana Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan senilai total Rp3,5 triliun lebih, tidak terlaksana sesuai harapan karena terkendala surat keputusan bupati tentang pemanfaatan areal hutan kemasyarakatan.

"Penyaluran dana BLU belum lancar karena terkendala surat keputusan bupati untuk penanaman hutan rakyat," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kehutanan Kementerian Kehutanan DR Ir Tachrir Fathoni, M.Sc, di sela-sela "workshop" peranan "Social Forestry" dalam mitigasi, adaptasi pemanasan global dan perubahan iklim, di Senggigi, Lombok Barat, Senin.

Workshop itu diikuti utusan dari 11 negara yang memiliki hutan tropis terluas di dunia yakni Indonesia, Republik Demokratik Kongo, Papua New Guninea (PNG), Brazil, Malaysia, Philipina, Kolombia, Kamerun, Peru, Gabon, dan Kosta Rika.

Sebelas negara itu sejak tiga tahun lalu membentuk kelompok Forest Eleven (F11), dan terus mengajak negara-negara lainnya yang memiliki hutan tropis untuk bergabung.

Tiga negara yang baru bergabung sejak tahun lalu yakni Guatemala, Guyana dan Suriname.

Fathoni mengatakan, Menteri Kehutanan telah menyediakan sekitar 600 ribu hektare lahan dalam kawasan hutan untuk dikelola masyarakat dalam bentuk hutan tanaman rakyat (HTR), hutan kemasyarakatan (HKM), hutan desa dan model pengembangan hutan berbasis masyarakat lainnya.

Upaya Menteri Kehutanan itu didukung Menteri Keuangan yang menerbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.137/KMK.05/2007 tertanggal 1 Maret 2007 tentang Penetapan Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan.

Badan pembiayaan dimaksud yakni Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (P2H) yang selama tiga tahun ditugaskan memaksimalkan penyaluran dana yang disediakan.

BLU P2H tahap pertama dialokasikan sebesar Rp1,2 triliun, namun Kementerian Keuangan akhirnya memperpanjang pemanfaatan dana BLU itu untuk tiga tahun berikutnya karena penyalurannya belum lancar.

Sementara dana BLU P2H tahap kedua dialokasikan sebesar Rp2,6 triliun sehingga total dana BLU P2H yang masih teralokasi hingga kini mencapai Rp3,8 triliun, namun telah tersalurkan sebagian namun masih terisa Rp3,5 triliun lebih.

"Political will pemeritnah ada, respons masyarakat juga ada, hanya penyaluran dananya yang belum lancar karena terkendala kebijakan bupati itu. Ini yang juga akan kita (Indonesia, Red) `sharing` dengan negara-negara F11 agar diperoleh masukan yang mungkin berguna," ujarnya.

Menurut Fathoni, pihaknya terus berupaya mendorong kelancaran penerbitan Surat Keputusan (SK) bupati tentang pemanfaatan areal hutan untuk beragam program pemberdayaan hutan berbasis masyarakat setempat itu.

Jika bupati telah menerbitkan SK pemanfaatan areal hutan beserta kelompok masyarakat penggunanya, maka Kementerian Kehutanan akan memberi petugas pendamping yang akan membimbing kelompok masyarakat itu untuk meningkatkan kesejahteraannya dari pengelolaan hutan rakyat.

"Dananya cukup banyak, berasal dari potensi kehutanan yang masuk APBN kemudian dikembalikan ke rakyat melalui BLU P2H itu. Ini potensi pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan yang harus terus digalakkan," ujarnya.

Dana BLU itu, kata Fathoni, berasal dari Dana Reboisasi (DR) Kementerian Kehutanan yang diperuntukan bagi pengembangan hutan rakyat, baik perorangan maupun kelompok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar